MEMBANGUN RUANG KEBERSAMAAN



MEMBANGUN RUANG KEBERSAMAAN

🆂🅴 Tidak ada sebuah realitas yang maujud sia-sia. Seluruh artefak alam, hasil kreasi Sang Pencipta, harus diyakini memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Gunung, hutan, lautan, sungai bahkan sebuah situ kecilpun, memiliki guna.

Situ misalnya. Dia bisa berperan sebagai tempat persedian air, pengendali banjir, habitat tumbuh kembang tumbuhan dan satwa, sarana irigasi, tempat budidaya ikan, transportasi, rekreasi, olahraga, dan seterusnya. Peranan situ yang beragam ini, tidak bisa dilihat secara terpisah.

Apalagi dengan adanya perubahan iklim yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Kenaikan harga pangan karena proses tanam dan penyimpanannya membutuhkan air dan energi lebih. Kerusakan infrastruktur karena bencana alam, berkurangnya sumber air, meningkatnya penularan penyakit, dan bencana.

Sekarang ini para pemangku kepentingan, yang memiliki atau diberi hak melakukan optimasi artefak-artefak alam ini, asyik masyuk sendiri mengembangkan tindakan praksisnya sesuai observasi masing-masing. Mereka yang berkepentingan terhadap pengendalian banjir melakukan kajian tentang bendung. Mereka yang berkepentingan terhadap budidaya ikan tawar, rekreasi, irigasi juga melakukan hal yang sama.

Hasilnya adalah kajian-kajian yang kaya dengan kuantitas, namun belum nampak kerangka umum yang berterima oleh masing-masing pemangku kepentingan. Kerangka kerja bersama yang lemah ini membuat masing-masing membatasi kajian hanya pada tema-tema yang selaras dengan garis kerja dan kebijakannya saja.

Masalah yang muncul selanjutnya, kita kehilangan arah tentang apa yang harus dilakukan dengan banyaknya hasil kajian yang seakan-akan berdiri sendiri ini, tetapi saling terkait atau bahkan berbenturan.

Apa yang bisa dan harus dilakukan bersama-sama untuk mengoptimasi potensi sebuah artefak alam? Dalam konteks inilah butuh upaya bersama membangun ruang kebersamaan.

Sebuah kesadaran bersama untuk melakukan optimasi seluruh artefak alam guna menghadapi perubahan iklim. Menggugah kesadaran untuk duduk bersama, membangun wacana, mengidentifikasi, merumuskan dan melakukan aksi bersama. Konstruksi kebersamaan yang harus dapat diakses oleh pemerintah dan sektor non-pemerintah, termasuk masyarakat sipil, sektor swasta dan masyarakat.

Ruang yang memungkinkan terjadinya interaksi seluruh pemangku kepentingan secara bersama-sama dan terus menerus ketika menyikapi pemanfaatan artefak alam. Guyub agawe sentoso.

Seperti sebuah sistem, keutuhan cara pandang melakukan optimalisasi artefak alam merupakan hasil dari interaksi dan interkoneksi antar komponen yang berlangsung terus menerus (rekursif). Aksi yang muncul merupakan perwujudan dari emergent properties dari kebersamaan.

Penangan sebuah situ misalnya, tidak lagi didekati melalui satu pendekatan teknis, atau sosial semata. Sebuah aksi bersama harus didasarkan pada multi pendekatan, baik teknis, budaya, sosial, dst.

Pendekatan yang utuh dalam pengelolaan artefak alam, memungkinkan rancang bangun pembangunan kawasan itu mampu mewadahi semua kepentingan dan menghasilkan optimalisasi fungsi dari sebuah artefak alam.


Situ Pengasinan

Tahun 1992, Situ Pengasinan memiliki luas 23 hektar. Delapanbelas tahun kemudian, menyusut menjadi 12 hektar. Kondisi yang memprihatinkan tentu. Kondisi kawasan lebih menyedihkan. Lahan yang seharusnya menjadi resapan air itu menjadi lautan sampah. Situ Pengasinan adalah wilayah yang terlupakan.

Mencegah penyusutan lahan situ, Heri Gonku membangun ruang diskusi dengan pemerintah kota Depok dan masyarakat sekitar Situ Pengasinan. Ruang diskusi yang dibangun melibatkan seluruh dinas terkait dan masyarakat. Targetnya mengoptimalisasi Situ Pengasinan dan menormalisasi seluruh fungsi situ bagi kawasan.

Dalam ruang inilah seluruh penilaian, pandangan, dirumuskan dan menjadi aksi bersama. Optimasi potensi Situ Pengasinan. Hasilnya hari ini, kita bisa melihat fungsi Situ Pengasinan sebagai tempat penyimpanan air saat hujan, cadangan air saat kemarau, pengairan, pengembangan fauna di sempadan situ, rekreasi, olahraga, dst.

Tidak berhenti di sini, Situ Pengasinan juga menjadi ajang tumbuhnya kreatifitas dengan munculnya sanggar-sanggar seni, menjadi wilayah penghasil tanaman hias untuk Jabodetabek, komunitas-komunitas pecinta lingkungan, dan kelompok keagamaan.

Semua bergerak dalam irama senada untuk wilayah hijau yang damai. Sebuah pewarisan berharga untuk anak cucu. Bukan sekedar Pengasinan, tapi Depok, Jawa Barat, Indonesia dan dunia.

…dan harus dimulai!


SeBa - Joglo Nusantara,
Press Release Forum Komunitas Hijau (FKH) Depok
23/11/2016
Foto: Koleksi pribadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dosen vs Mahasiswa

Lakara

Hanya Penggalan