Mendengar Keluhan Ruang Ekologi

 

Mendengar Keluhan Ruang Ekologi

Kerukunan Antar Umat Beragama untuk Ruang Hidup Bersama

Jika tubuh, benak dan hati semua anak menyimpan potensi luar biasa: kepekaan inderawi, imajinasi, intelek, cinta, rasa adil, dsb., mengapa masyarakat belum dipenuhi manusia-manusia luhur? Sebabnya banyak yang gagal menaklukkan musuh-musuh internalnya: kemalasan, kesombongan, ketakutan, kecanduan, dsb. Anak-anak butuh bantuan agar bisa menjadi tuan atas diri mereka sendiri lewat pendidikan nurani dan kekuatan kehendak. – Vol. 4 Charlotte Mason "Ourselves" Book 2 "Self-Direction"

Selanjutnya Mason juga menyatakan bahwa setiap anak terlahir dengan bekal kesadaran benar-salah, namun standarnya masih samar. Pendidiklah yang bertugas membantunya agar memiliki pedoman moral tegas. Tanpa pegangan prinsip, anak-anak akan hanyut mengikuti opini massa, ujungnya seluruh bangsa terjerumus dalam kekhilafan. Berbagai bentuk prasangka, kebencian, takhayul, kepanikan, kejahatan, semua bisa dibenarkan oleh nurani yang tumpul, sekalipun pada orang yang super cerdas.

Lalu, pendidikan seperti apa yang disediakan di ruang-ruang pinggiran? Slum area dihuni mayoritas masyarakat.  Slum Area adalah wajah dari sepertiga penduduk perkotaan dunia (UN Habitat). Bagaimana lingkungan membersamai tumbuh kembang generasi baru dan mengasah kepekaan untuk masyarakatnya, ketika setiap jengkal tanah dimanfaatkan atas nama ekonomi, bangunan berjajar rapat tanpa sisa ruang untuk siklus ekologi. Hilang ruang-ruang publik untuk interaksi masyarakat. Hilang ruang-ruang tumbuh kembang anak yang nyaman dan aman. Hanya menyisakan beton dan aspal yang minim edukasi namun sarat dengan ajaran kekerasan, individualisme dan nir-empati. 

Setiap anak memiliki nurani, kesadaran baik-buruk, tuntutan moral dalam batin untuk memilih yang lebih baik dibanding kurang baik. Nurani bersuara siang-malam, mengingatkan bahwa dia tidak merdeka melakukan semua yang dia suka, jika bertentangan dengan kewajiban. Namun karena ajaran di depan mata mereka adalah kesemrawutan, kekerasan dan individualisme, sementara nuraninya belum terdidik dan kacau, sudah jelas preferensi mana yang akan dipilih. 

Di sisi lain adalah hilangnya ruang untuk pepohonan penjaga air tanah, penetralisir polusi, sekaligus kerajaan bagi semut dan renik tak terlihat pendukung perputaran siklus hidrologis. Dengan kesadaran kita saat ini, cukup untuk memahami keberadaan makhluk ‘liyan’ di dunia, tidak perlu menungggu peristiwa besar, seperti Tsunami di Aceh, saat makhluk-makhluk dasar laut yang tidak pernah dikenal sebelumnya muncul di depan mata dalam sekejab. 

Manusia membutuhkan ruang untuk kelangsungan hidupnya. Anasir-anasir ruang memungkinkan manusia melakukan aktivitas mendasar dalam hidup. Ruang sebagai wilayah manusia melakukan interaksi dengan sesama, alam dan lingkungan untuk bernafas, makan, merasakan sensasi, berinteraksi, beradaptasi dan berkembang biak. Relasi antar manusia dan alam dalam ruang yang berdaulat akan menjadi panggung dan sarana untuk mengartikulasikan empati, simpati, kasih sayang, sampai keberagamaan, terkadang emosi dan marah-marah. Panggung dan sarana yang mewadahi seluruh proses kreatifitas sekaligus transendensi. Hasil interaksi masyarakat dalam budaya asli Indonesia akan menghasilkan toleransi, gotong-royong, sampai keadilan, memproduksi lingkungan bersih, menghindari bencana, sampai memberikan kualitas udara yang sehat. 

Kedaulatan ruang adalah ajang sesungguhnya dari pelaksanaan seperangkat konsep nilai keberagamaan dan kemanusiaan. Ruang-ruang pertapaan manusia sebagai tempat beribadah sekaligus jembatan yang menyeberangkan kesalehan pribadi kepada kesalehan sosial. Karenanyalah kedaulatan ruang menjadi mutlak perlu. Tanpanya akan sangat sulit bagi manusia untuk secara mandiri mengukuhkan eksistensinya sebagai makhluk yang menerima mandat dari Tuhan sebagai 'pengelola bumi'. Karena kemandirian atas ruang akan sangat menentukan kualitas hidup dan tanggung jawab manusia.

Hari ini banyak yang bicara toleransi, mendeklarasikan diri sebagai pendukung keberagaman tanpa menyediakan ruang-ruang yang bisa diakses publik sebagai 'ajang' untuk menguji tafsir masyarakat tentang toleransi dan keberagaman. Praktik kapitalisasi ruang dalam bentuk klaster-klaster perumahan, bisnis, akademis, politis, budaya sampai agama adalah indikasi yang gamblang. Klasterisasi yang membuat orang cenderung membatasi pandangannya pada sekat dimana mereka hidup, tinggal dan menetap. Sayangnya keterbatasan cara pandang itu juga dipakai untuk melihat bahkan menilai ruang-ruang lain yang sama tersekatnya, dibatasi oleh paradigmanya masing-masing. 

Negara semestinya hadir untuk menjaga dan menyediakan ruang tumbuh kembang generasi penerus bangsa, apalagi tahun 2040 negara Indonesia akan didominasi sdm usia produkif. Negara semestinya hadir dalam pemuliaan alam sebagai modal utama kedaulatan. Hadir dalam pembangunan ruang publik pada level fisik, imaginasi dan diskursifnya sekaligus. Tidak berhenti pada pembangunan infrastrukturnya saja, namun juga pembangunan kesadaran tentang ruang-ruang publik, ruang-ruang hijau dan ruang-ruang interaksi sebagai ajang paling sahih untuk menguji keberagaman dan perbedaan.

Ruang Hidup Bersama

Ruang hidup bersama tidak semata dilihat hanya sebagai ruang dalam arti material yang mengacu pada tempat  atau sarana fisik. Ruang hidup bersama adalah 'ajang' bagi setiap orang untuk mengemukakan pendapat dan gagasannya secara bebas. Pengertian ini merupakan salah satu gagasan besar Pak Habermars untuk melawan proses alienasi manusia (kelas sosial). Ruang hidup bersama didesain sebagai interaksi diskursif yang spesifik. Ajang mendiskusikan segala hal yang hasilnya akan didorong sebagai konsensus tentang kebaikan bersama.

Istilah ruang hidup bersama paling tidak memiliki dua arti. Pertama (1), sebuah ruang yang dapat diakses setiap orang. Ruang hidup bersama dibentuk warga dan dilandasi saling pengertian dan  penghargaan  terhadap hak mereka masing-masing. Karena saling pengertian ini ruang hidup bersama dibedakan dengan ruang privat yang merupakan ranah yang mesti dilindungi dari sorotan publik atau regulasi kebijakan publik. Meskipun saat ini banyak yang mengumbar ranah privat mereka di wilayah publik. Kedua (2), istilah ruang hidup bersama memiliki arti normatif yang mengacu pada peranan masyarakat dalam demokrasi.

Ruang hidup bersama yang ideal berisi manusia-manusia yang saling berkomunikasi. Orang-orang yang berkomunikasi untuk saling memahami. Orang-orang yang cara berfikirnya bukan hanya ekonomi (melulu efisien dan efektivitas). 

Namun selain kapitalisasi ruang materiil, tantangan terbesar mewujudkan ruang hidup bersama lainnya adalah banjir informasi yang didorong oleh perkembangan teknologi. Ruang hidup bersama di era digital saat ini dibanjiri informasi namun minim makna. Secara alami semakin banyak sesuatu, semakin tidak berharga. Minimnya budaya literasi dan tergantikannya cara manusia berfikir, bernalar dan berefleksi menjadi kegiatan mekanis (cukup klik mbah Google) akan memproduksi manusia-manusia yang berfikiran pendek dan dangkal. Tindakan ‘klik’ mandahului keputusan kesadaran akibat ketidakberfikiran pengguna. Konsekuensianya seperti terlihat hari ini, massa mudah tersulut secara emosi (banalisasi), yang lalu menumbuhsuburkan pandangan-pandangan primordialisme tentang suku, ras, agama bahkan pikiran politik kedengkian. 

Nurani rentan dipengaruhi suara orang banyak dan pendapat publik figur. Banjir informasi berbahaya bagi orang-orang yang suka beropini tapi tidak mau bersusah payah berpikir. Mereka cukup hanya mendengar, menganggap benar dan langsung membagikan lewat media sosial, tindakan yang kemudian menjadi kebiasaan. Kelihatannya sepele, tapi bisa membawa bencana bagi pribadi maupun bangsa. Hoax menjamur. Budaya massa menjadi ciri masyarakat.  

Masyarakat sangat majemuk dengan perbedaan suku, ras, agama, pilihan politik, dst. Untuk bisa hidup damai dalam masyarakat majemuk, salah satu caranya adalah dengan terus menerus memproses komunikasi. Sebuah proses komunikasi yang bebas dominasi. Komunikasi setara untuk saling memahami, membuat kesepakatan-kesepakatan baru, aturan baru atau kebijakan baru. Sebuah komunikasi yang mensyaratkan kejujuran, komprehensif dan terbuka untuk uji validitas. Ruang hidup bersama menjadikan norma-norma atau hukum-hukum yang dibuat melalui proses komunikasi sebagai landasan mereka untuk hidup dan bersosialisasi dalam gerak dan aktivitas. 

Tokoh Agama

Memproses komunikasi terus menerus dan melakukan transformasi nilai kebersamaan kepada masyarakat adalah pekerjaan super berat. Sebuah nilai yang akan menjadi dasar pembentukan peradaban dan budaya kota bahkan negara. Peradaban dan budaya  yang bijaksana dalam menyikapi perbedaan namun tetap kritis dalam semangat zaman yang menarik manusia pada modernitas. Agama menjadi telaga energi untuk mentenagai diskursus dan praktik masyarakat secara berkesinambungan. 

Tokoh-tokoh dengan latar belakang berbeda-beda bergabung menjadi sebuah tim untuk memberikan solusi bagaimana memproses komunikasi dan menjaga keberlangsungannya. Mereka membangun sinergi, kerjasama dan berinteraksi seperti sebuah sistem yang hidup atau ekologi.  Sebuah sistem yang setiap anggotanya memiliki identitas kolektif kuat, memiliki rasa kebersamaan sebagai sebuah sistem. Mereka memiliki keterbukaan pandangan dan wacana pikir maupun batin terhadap dunia luar. Memiliki toleransi terhadap individu dan gagasan baru serta memiliki kemampuan beradaptasi terhadap hal-hal baru dan juga mampu berpikir sistemik untuk membantu kita semua memahami pola-pola interaksi yang saling berkaitan dan belajar menguatkan atau merubahnya secara efektif. Setiap tindakan anggotanya selalu saling menguatkan. 

Berpikir sistemik adalah sebuah upaya untuk memahami masalah ataupun keadaan dengan kebijakan. Secara teoritis, sistem berpikir sistemik meminta kita mendekati semua hal dari kacamata keseluruhan. Cara pandang sistem membangun kesadaran bersama untuk melakukan optimasi penyelesaian persoalan ruang hidup bersama, menggugah kesadaran semua untuk duduk bersama membangun wacana, mengidentifikasi, merumuskan dan melakukan aksi bersama. 

Konstruksi kebersamaan yang harus dapat diakses seluruh masyarakat yang memungkinkan terjadinya interaksi seluruh pemangku kepentingan secara bersama-sama dan terus-menerus ketika menyelesaikan persoalan ruang hidup bersama. Kebutuhan cara pandang melakukan optimalisasi penyelesaian persoalan ruang hidup bersama merupakan hasil dari interaksi dan interkoneksi antar komponen yang berlangsung terus-menerus, sebuah emergent properties dari kebersamaan. 

Kondisi ruang hidup bersama saat ini menjadi ruang terbuka bagi seluruh mayarakat Indonesia untuk menguji tafsir paling sahih tentang kebersamaan tanpa memandang bahasa, ras, agama dan pilihan politik. Sebuah ajang paling tepat untuk mempraktikkan hasil pembacaan kita bersama atas semangat konstitusi tentang rasa persatuan, sebangsa dan setanah air.

Ini bukan film Hollywood atau drama Korea yang hasilnya pasti bahagia dan tuntas dalam beberapa episode. Perjalanan panjang dimulai dari langkah pertama. Putuskan satu langkah komitmen paling sederhana, perlahan tapi pasti akan mendekat ke arah cita-cita. Setiap kebiasaan baik hanya butuh dikawal ketat di tahap awal pembentukannya, setelah itu otomatis akan melangkah.

Akhirnya, selama kita belum bersatu dan berdaulat atas ruang hidup kita dan memilih  menyerahkannya pada para pemutilasi ruang atas nama kebebasan, hak asasi, agama, budaya, demokrasi dan sejenisnya, sepertinya harapan NKRI maujud dalam keseharian hanya akan menjadi semakin samar dari pandang.

Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Desember
Dibiarkannya yang tak terucap
Disekap akar pohon bunga itu
(adaptasi dr sajak Sapardi Djoko Damono)

Depok, 9 Desember 2022
FKH Nusantara
Warung Kangen Desa 
Joglo Nusantara, Jl. Kyai Si’an No.11, Pengasinan, Sawangan, Depok, Jawa Barat




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dosen vs Mahasiswa

Lakara

Hanya Penggalan