Jethungan
Jethungan
🆂🅴 Pelataran rumah Mbah Jinem memang ideal buat main gundu (neker). Tanahnya padat dan mulus. Setiap sore puluhan anak berkumpul disana. Mereka membuat sebuah garis memanjang, diakhiri lingkaran. Sepanjang garisnya ada guratan berinterval untuk meletakkan gundu yg akan dikenai gundu jagoan masing-masing anak yg dilontarkan dari jarak tertentu.
Semua senang. Saya juga, meski tidak pernah diperbolehkan ikut terlibat karena dianggap anak bawang. Tetapi saya senang. Seperti kesenangan saat bermain trek, sepletan, jethungan, mandi hujan sambil rebutan mangga di kebon tetangga dan banyak aktivitas lainnya. Menyenangkan. Saat itu, senang merupakan konsep sederhana dan tidak bersyarat. Bahkan tanpa temanpun imaginasi kanak-kanak dapat menuntun pengkreasian simulasi-simulasi luar biasa yg sangat menyenangkan, sendirian.
Sore bbrp waktu lalu, anak-anakku bermain hujan setelah lama berdiam di rumah dan lama juga hujan tidak turun. Mereka tertawa dan tentunya bahagia. Perasaan yang aku yakini sama persis dengan apa yg bertahun-tahun lampau pernah kurasakan. Rasa senang, gembira, bahagia yg meledak dari dalam hati secara otomatis. Tidak membutuhkan syarat harus kaya berharta, memiliki barang mewah,menjadi terkenal, menjadi PNS, pejabat atau apalah.
Kebalikan dengan logika kekinian yg mematok prasyarat utama sebagai sumber kebahagiaan. "Alhamdulillah setelah mapan jadi pedagang, sy bisa makan dan nyaman!" Memangnya sebelum-sebelumnya tidak bisa makan dan senang. Kok seperti amnesia dan melewatkan tahun-tahun lampau ketika kenyang, tumbuh, bercanda dengan keluarga, bahkan bahagia.
Saat kamu menilai semua kekuranganmu di masa lalu dan menjadikan masa sekarang sebagai kondisi bisa menilai masa lalu kurang, itulah kesombongan!!
SeBa
Foto: Koleksi Pribadi
Komentar
Posting Komentar